“Lo
ikut jalan, kan?”
“Gak.
Aku di rumah aja.”
“Please,
deh. Lo gak capek gitu di rumah mulu?
“Kan
aku nulisnya sambil duduk. Kok capek?”
“Freak
lo! Percuma tampang cakep kalo kelakuan
lo gak normal.”
*****
Entah sudah
berapa lama Prissy menghabiskan waktu untuk mengintai perempuan itu. Memerhatikan
apa saja yang ia lakukan dengan tubuhnya. Pergi ke salon, berkumpul bersama
sahabat-sahabatnya, pergi ke pesta, shopping, dan... mendekati seorang pria. Dan,
semua itu semakin membuat Prisy gerah.
Cukup sudah main-mainnya. Aku sudah tidak
tahan!
Setengah mati Prissy berusaha
mencari cara untuk kembali ke tubuhnya. Tubuh yang dulu terlihat menawan dan sangat ia banggakan, tapi kini
ia terjebak di dalam tubuh yang lebih tampak seperti tubuh seorang kuli yang sedang mandi kerigat. Basah. Bau. Lengket.
Lebih dari satu jam sudah ia maraton mengeliligi kampus hanya untuk mencari
seorang tersangka, dalang di balik semua kejadian sial yang dialaminya satu
bulan belakangan.
Sampai di
gedung fakultas ekonomi, indera penglihatan Prissy dengan cepat menangkap
sesosok perempuan bertubuh ramping yang mengenakan dress cokelat tua tengah berdiri seraya menyandarkan punggungnya
pada dinding pembatas koridor lantai tiga. Segera ia berari menghampiri
perempuan yang untungnya sedang sendiri itu.
“Aku tidak mau tau kamu pakai sihir apa. Yang jelas, aku mau kamu kembaikan tubuhku!” cecar
Prissy begitu sampai di hadapan perempuan tersebut
“I
want. But, sorry, honey, gue sudah terlalu nyaman di tubuh lo. And, i’m so
happy being Prissy.”
Hampir saja
tangan basah Prissy mendarat di wajah perempuan di hadapannya, tubuhnya
sendiri, sebelum seorang pria menangkap pergelangan tangan tersebut, lalu
menariknya pergi dari tempat itu. Kemarahan Prissy yang sudah mencapai tingkat
akhir seketika mengurai begitu saja saat diihatnya siapa yan menarik tangannya
saat itu. Lalu, diliriknya perempuan yang kini berada dalam tubunya dengan
seringai jahat.
Sekarang
Prissy tahu apa yang membuat perempan tersebut betah berada di dalam tubuhnya. Karena,
saat ia berada di dalam tubuh perempuan tersebut, bukan hanya roh mereka yang
tertukar. Tetapi, juga beberapa sifat yang telah mendarah daging yang dengan sendirinya
membuat Prissy merasakan betapa tidak ‘istimewa’-nya dia.
Beberapa
hari berselang, Prissy kembali mendatangi perempuan yang tengah
bersenang-senang dengan tubuhnya itu. Dan betapa kagetnya perempuan itu saat mengetahui bahwa Prissy tidak mengucapkan kalimat
yang ia kira adalah sebuah permohonan untuk megembalikan tubuh mereka.
“Terserah kamu mau berapa lama di
dalam tubuhku. Karena, sepertinya aku mulai
menikmati berada di dalam tubuhu. Dan...
terima kasih. Dyllan baru saja memintaku untuk menjadi kekasihnya.”
*****
Satu hal yang aku tahu tentang kehidupan. Being yourself is much
happier.
Kalya
Tunggal Putri—perempuan di ujung belasan tahun dengan lesung pipit yang
tertanam dalam di kedua pipinya—menghela napas panjang. Satu persatu kerut di
keningnya mulai terlihat, pikirannya kacau. Hilang sudah mood menulisnya malam ini. Bahkan,
ranjang yang kini didudukinya terasa lebih menggoda daripada sekadar melirik layar
laptop yang menapakkan tulisannya yang baru setengah jadi itu.
I’m not freak. I just need my own time. Is it wrong?
Tiba-tiba saja Kalya
teringat pada salah seorang teman kuliahnya—bukan teman dalam arti kata
sesungguhnya, hanya saling mengenal nama—Prissy. Perempuan manis yang memiliki
tubuh bak seorang model dengan selera fashion
yang tinggi. Meski hanya mengenakan kaus oblong polos dengan bawahan jeans selutut,
siapa pun akan sulit untuk berpaling darinya. Bahkan Dyllan—pria tampan yang
menjadi idola di kampusnya—pun begitu.
Kalya sendiri
tidak sengaja berkenalan dengan Prissy. Saat itu adik sepupunya yang kebetulan
kuliah di kampus yang sama dengannya dan menjadi salah satu sahabat Prissy
sedang merayakan ulang tahun dan Prissy adalah salah satu dari tamu di acara
itu. Ia ingat betul betapa terpesonanya ia saat meihat Prissy hari itu. Lau,
entah dari mana datangnya, sebuah perasaan iri mengelus hati Kalya.
What a lucky girl.
Kalya mengurut keningnya,
kepalanya mulai berdenyut. Dilepasnya kaca mata yang sudah menggantung di ujung
hidungnya. Lantas ia mengalihkan pandangan pada jendela kamar yang gordennya
sengaja tidak ditutup. Menampakkan sepotong langit malam yang begitu tenang. Dan,
saat itu juga, Kalya mendapati sebuah bintang jatuh dari singgasananya. Beberapa
detik sebelum Kalya memejamkan matanya, bibir tipisnya bergerak, membisikkan
sesuatu.
They said that every wish will be come true, if you make it when
you see a shooting star, right? So, let me make my wish. I wish... i can be
Prissy.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar