Senin, 14 September 2015

Bintang Jatuh

Diikutkan Dalam Lomba Cerpen ‘The Dead Returns’








                “Lo ikut jalan, kan?”
                “Gak. Aku di rumah aja.”
                “Please, deh. Lo gak capek gitu di rumah mulu?
                “Kan aku nulisnya sambil duduk. Kok capek?”
                “Freak lo! Percuma tampang  cakep kalo kelakuan lo gak normal.”

*****

                Entah sudah berapa lama Prissy menghabiskan waktu untuk mengintai perempuan itu. Memerhatikan apa saja yang ia lakukan dengan tubuhnya. Pergi ke salon, berkumpul bersama sahabat-sahabatnya, pergi ke pesta, shopping, dan... mendekati seorang pria. Dan, semua itu semakin membuat Prisy gerah.
                Cukup sudah main-mainnya. Aku sudah tidak tahan!
Setengah mati Prissy berusaha mencari cara untuk kembali ke tubuhnya. Tubuh yang dulu terlihat menawan dan sangat ia banggakan, tapi kini ia terjebak di dalam tubuh yang lebih tampak seperti tubuh seorang kuli yang sedang mandi kerigat. Basah. Bau. Lengket. Lebih dari satu jam sudah ia maraton mengeliligi kampus hanya untuk mencari seorang tersangka, dalang di balik semua kejadian sial yang dialaminya satu bulan belakangan.
                Sampai di gedung fakultas ekonomi, indera penglihatan Prissy dengan cepat menangkap sesosok perempuan bertubuh ramping yang mengenakan dress cokelat tua tengah berdiri seraya menyandarkan punggungnya pada dinding pembatas koridor lantai tiga. Segera ia berari menghampiri perempuan yang untungnya sedang sendiri itu.
                “Aku tidak mau tau kamu pakai sihir apa. Yang jelas, aku mau kamu kembaikan tubuhku!” cecar Prissy begitu sampai di hadapan perempuan tersebut
                “I want. But, sorry, honey, gue sudah terlalu nyaman di tubuh lo. And, i’m so happy being Prissy.”
                Hampir saja tangan basah Prissy mendarat di wajah perempuan di hadapannya, tubuhnya sendiri, sebelum seorang pria menangkap pergelangan tangan tersebut, lalu menariknya pergi dari tempat itu. Kemarahan Prissy yang sudah mencapai tingkat akhir seketika mengurai begitu saja saat diihatnya siapa yan menarik tangannya saat itu. Lalu, diliriknya perempuan yang kini berada dalam tubunya dengan seringai jahat.
                Sekarang Prissy tahu apa yang membuat perempan tersebut betah berada di dalam tubuhnya. Karena, saat ia berada di dalam tubuh perempuan tersebut, bukan hanya roh mereka yang tertukar. Tetapi, juga beberapa sifat yang telah mendarah daging yang dengan sendirinya membuat Prissy merasakan betapa tidak ‘istimewa’-nya dia.
                Beberapa hari berselang, Prissy kembali mendatangi perempuan yang tengah bersenang-senang dengan tubuhnya itu. Dan betapa kagetnya perempuan  itu saat mengetahui bahwa Prissy tidak mengucapkan kalimat yang ia kira adalah sebuah permohonan untuk megembalikan tubuh mereka.
“Terserah kamu mau berapa lama di dalam tubuhku.  Karena, sepertinya aku mulai menikmati berada  di dalam tubuhu. Dan... terima kasih. Dyllan baru saja memintaku untuk menjadi kekasihnya.”

*****

Satu hal yang aku tahu tentang kehidupan. Being yourself is much happier.
                Kalya Tunggal Putri—perempuan di ujung belasan tahun dengan lesung pipit yang tertanam dalam di kedua pipinya—menghela napas panjang. Satu persatu kerut di keningnya mulai terlihat, pikirannya kacau. Hilang sudah mood  menulisnya malam ini. Bahkan, ranjang yang kini didudukinya terasa lebih menggoda daripada sekadar melirik layar laptop yang menapakkan tulisannya yang baru setengah jadi itu.
I’m not freak. I just need my own time. Is it wrong?
                Tiba-tiba saja Kalya teringat pada salah seorang teman kuliahnya—bukan teman dalam arti kata sesungguhnya, hanya saling mengenal nama—Prissy. Perempuan manis yang memiliki tubuh bak seorang model dengan selera fashion yang tinggi. Meski hanya mengenakan kaus oblong polos dengan bawahan jeans selutut, siapa pun akan sulit untuk berpaling darinya. Bahkan Dyllan—pria tampan yang menjadi idola di kampusnya—pun begitu.
                Kalya sendiri tidak sengaja berkenalan dengan Prissy. Saat itu adik sepupunya yang kebetulan kuliah di kampus yang sama dengannya dan menjadi salah satu sahabat Prissy sedang merayakan ulang tahun dan Prissy adalah salah satu dari tamu di acara itu. Ia ingat betul betapa terpesonanya ia saat meihat Prissy hari itu. Lau, entah dari mana datangnya, sebuah perasaan iri mengelus hati Kalya.
                What a lucky girl.
Kalya mengurut keningnya, kepalanya mulai berdenyut. Dilepasnya kaca mata yang sudah menggantung di ujung hidungnya. Lantas ia mengalihkan pandangan pada jendela kamar yang gordennya sengaja tidak ditutup. Menampakkan sepotong langit malam yang begitu tenang. Dan, saat itu juga, Kalya mendapati sebuah bintang jatuh dari singgasananya. Beberapa detik sebelum Kalya memejamkan matanya, bibir tipisnya bergerak, membisikkan sesuatu.
                They   said that every  wish will be come true, if you make it when you see a shooting star, right? So, let me make my wish. I wish... i can be Prissy.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar