[Diikutkan dalam lomba ultah ke-4 Penerbit Haru]
Pagi yang cerah untuk hari yang spesial. Suara kokok seekor ayam yang
baru saja bertambah usia terdengar lebih merdu dari kandang barunya—hadiah ulang
tahun dari sang pemilik untuk ulang tahunnya yang keempat.
Seorang pria paru baya datang, dan membuka pintu kandang tersebut dengan
sebuah senyuman, “Hallo, Haru. Bagaimana tidurmu? Pasti nyenyak, bukan?”
Haru, ayam itu mengepakkan sepasang sayapnya dengan riang, seolah
mengatakan ‘Tentu saja, Tuan. Mimpiku lebih
dari kata nyenyak’. Ia pun lantas dikeluarkan dari kandangya dan dibiarkan
bergabung bersama teman-teman ayam lainnya. Berlari ke sana-kemari, berkokok,
mematuk, dan bermain bersama.
Haru pun menceritakan tentang kandang barunya. Tentang betapa luas,
nyaman, dan bagusnya kandang itu. Teman-temannya mendengarkan setiap cerita
Haru dengan rasa bahagia yang tak kalah luar biasa. Mereka juga membayangkan,
jika saja mereka dapat masuk dan bermalam di kandang Haru. Pasti menyenangkan!
Namun, entah mengapa Haru merasakan sesuatu yang aneh. Sesuatu yang
janggal. Satu per satu temannya menghilang. Pergi dan tak kembali lagi. Haru pun
merasa kehilangan dan mulai kesepian. Ia lantas berjalan ke dengan lunglai lalu
teduduk pasrah. Ini hari bahagianya, lalu mengapa teman-temannya pergi begitu
saja tanpa pamit dan tidak kembali lagi?
Hari beranjak sore, teman-teman Haru pun tidak ada yang kembali
menampakkan diri. Kini, ia tinggal sendirian di tempat bermain tersebut. Sesekali,
ia berkokok, seolah memanggil teman-temannya. Namun, tidak ada satupun yang
menyahut. Pria paru baya itu kembali menghampirinya, menggendongnya dan
membawanya kembali masuk ke dalam kandang. Haru hanya menurut dalam diam.
Lalu, sebelum menutup pintu kandang, pria tersebut menundukkan kepalanya
seraya tersenyum, “Mulai besok kau akan menemukan teman-teman baru. Karena hari
ini teman-temanmu sudah beralih ke tangan pemilik yang baru, barangkali ada
diantara mereka yang sudah berpindah masuk ke dalam perut. Entahlah. Tapi,
Haru. Aku tidak akan menjual atau memotongmu sampai kapanpu, karena kau adalah
ayamku yang paling istimewa.”